“Bagaimana menjadi detektif?” Itulah pertanyaan yang pada masa kecil
menggayuti pikiran saya. Dulu, saya bercita-citav menjadi seorang
detektif. Niat ini muncul, ketika masa SMP dulu membaca empat jilid
kisah petualangan Sherlock Holmes, karangan Sir Arthur Conan Doyle. Hingga kini, dua nama ini sangat saya hormati.
Pada masa SMU, kecintaan saya terhadap dunia detektif, makin
menjadi-jadi. Setelah itu, berbagai cerita detektif, saya koleksi.
Selain Sherlock Holmes, ada detektif Belgia Hercule Poirot
menjadi idola kedua. Poirot selalu saya buru kemanapun ia muncul dalam
kisah Agatha Christie---saya tidak begitu suka dengan Miss Marple.
Beberapa novel Sidney Sheldon, hingga cerpen detektif dari Edgar Allan
Poe pun saya kejar.
Banyak hal saya pelajari---meski tidak membuat saya lihai---dari
pengalaman, teknik, dan keahlian detektif dari novel-novel itu. Mulai
dari metode ilmiah dan logis yang menjadi andalan Holmes, berpikir konstruktif dan deduktif dari Poirot, hingga detil forensik yang sering muncul dalam novel misteri-nya Sidney Sheldon.
Apakah menjadi detektif selalu harus masuk dalam institusi
kepolisian? Tidak selalu. Dengan catatan, Anda menjadi detektif sebagai
hobi dan bukan pekerjaan. Detektif sebagai hobi akan selalu
menyenangkan, dimana kita bisa menggunakan kemampuan dan keahlian
detektif dalam kehidupan sehari-hari.
Jika kita ingin menjadikan detektif swasta sebagai pekerjaan, di
Indonesia hal itu masih sulit dilakukan. Mengapa? Pekerjaan detektif
swasta---hingga tulisan ini saya buat---masih menjadi 'kerja sambilan'
dari polisi. Itu yang saya ketahui, saat saya tanyakan kepada seorang
kepala kepolisian resort di Jakarta. Ada polisi yang kerja sambilan,
menerima order dari seseorang untuk melacak seseorang, atau membuktikan
istri/suami selingkuh atau tidak, dan sebagainya.
Saya juga pernah berbincang-bincang dengan seorang perwira polisi
dari Mabes Polri. Dia bilang, di Indonesia, profesi detektif swasta
belum mungkin, dan belum boleh dilakukan, karena tidak ada aturan yang
membolehkan. Meskipun, pikiran membuka izin detektif swasta pernah
digagas para petinggi polisi, seperti yang berlaku di Amerika Serikat.
Namun, mereka menghadapi kendala pengaturannya nanti. “Bagaimana
mengontrol detektif swasta, kalau mengontrol polisi di Indonesia saja
masih kesulitan?” begitu jawabannya.
***
Apa itu detektif? Dalam pemahaman saya---mungkin tidak persis
betul---detektif adalah pekerjaan memecahkan suatu kasus atau masalah
yang belum terungkap, menggunakan metode sistematis dan terencana,
mendasarkan pada bukti-bukti yang ada, dan merangkainya menjadi suatu
fakta yang utuh, dan bisa dipertanggungjawabkan. Bila kita berhasil
menemukan jawaban dari masalah masalah/kasus secara tidak sengaja, dan
kita tidak bisa memperdebatkannya, maka sulit dikatakan itu sebagai
hasil kerja detektif.
Ketika kita mengerjakan soal Matematika di sekolah dahulu, dimana
ada sebuah fakta-fakta, dan kita diminta menemukan jawabannya, merupakan
contoh sederhana memecahkan sesuatu dengan prinsip-prinsip seorang
detektif. Kita harus menguji, menggunakan metode ilmiah, dan hasilnya
bisa diuji ulang, dan dipertanggungjawabkan. Kalau kita menjawab soal
Matematika hanya menulis jawaban---dari contekan teman---tapi kita tidak
bisa membuktikan darimana jawaban itu ada, maka itu bukan pekerjaan
dengan prinsip detektif. Seperti seorang detektif yang langsung menunjuk
tersangka sebagai pelaku; maka ia bisa dipecat dari pekerjaannya,
bahkan bisa digugat balik!
***
Menjadi detektif, atau lebih tepatnya, mempelajari keahlian
detektif, bisa dilakukan siapa saja, tanpa mengenal usia. Ilmu atau
keahlian detektif ini bahkan akan sangat bermanfaat, untuk membantu
pekerjaan kita. Pekerjaan sebagai pengacara, auditor, atau wartawan!
Atau apapun, termasuk ibu rumah tangga. Suatu saat kita ingin tahu,
apakah tumpukan surat kita di meja dipindahkan orang atau tidak; apakah
lemari kita dibuka orang lain secara diam-diam; apakah anak kita
berbohong atau tidak, bahkan juga mengorek keterangan orang lain tanpa
orang itu menyadarinya.
Keahlian detektif seseorang, akan semakin meningkat seiring
pengalaman memecahkan persoalan. Teknologinya pun semakin baik, dan
setiap orang yang memiliki minat kuat dalam masalah detektif, akan terus
mencari teknik-teknik baru, metode baru, yang lebih baik dan cepat.
Keahlian detektif, misalnya, meliputi:
- Kemampuan daya ingat, meskipun dengan pandangan sekilas.
Ini antara lain berguna ketika kita menemui kasus tabrak lari, dan nomor
polisi kendaraan menjadi fakta penting. Selain itu juga disertai kemampuan memanggil kembali ingatan yang lama;
- Kejelian dan cermat terhadap hal-hal detil. Sherlock Holmes
adalah 'pakar' dalam detil dan kecermatan---dengan catatan, jika Holmes
itu sosok yang nyata. (Tetapi saya meyakini Holmes itu nyata!). Dalam
setiap memecahkan masalah, Sherlock Holmes selalu melakukan
observasi---pengamatan langsung di lapangan. Contoh lain, dalam kasus
Saksi Bisu, Hercule Poirot pernah hampir buntu menghadapi kasusnya. Baru
setelah ia mereview kembali, dan mengingat detilnya, ia berhasil
menemukan pelaku pembunuhan. Bagi yang ingin tahu apa detilnya, silakan
baca bukunya. Kata kuncinya adalah anjing dan bola. :p
- Kemampuan meng-interogasi. Semakin tinggi kemampuan
interogasi yang dimiliki seseorang, ia akan mudah mengorek fakta,
'fakta' palsu, atau keterangan dari seseorang---tanpa orang itu
menyadarinya. Kemampuan ini juga beriringan dengan keahlian menggunakan teknik pembuktian terbalik
dalam menginterogasi seseorang. “Pandai-pandailah memancing pertanyaan
dengan fakta yang salah, maka ia akan memberikan fakta sebenarnya”.
Memang tidak selalu berhasil, tetapi bisa dicoba.
- Kemampuan bernegosiasi. Ini masih berkaitan dengan
kemampuan meng-interogasi. Kemampuan bernegosiasi sangat penting, dalam
praktik-prakti di lapangan, dimana dibutuhkan keberanian menembus
kebekuan seseorang, menghadapi orang keras kepala, dan sebagainya.
- Pengetahuan terhadap hukum perundang-undangan yang berlaku.
- Kemampuan menganalisa. Ini penting untuk menguji kebenaran
fakta---baik fakta benda atau fakta lisan. Detektif yang baik tidak
pernah berangkat dari titik motif; selalu harus dari fakta-fakta.
Sherlock Holmes mengajari kita bagaimana metode ilmiah (scientific method,
metode eliminasi atau eksklusi, mempersempit pencarian, dan mempermudah
memecahkan masalah. Memang membingungkan, apakah Holmes itu 'ilmuwan
yang nyasar jadi detektif', ataukah 'detektif dengan sambilan ilmuwan'?
Dalam suatu kisahnya, Holmes menulis artikel tentang tanaman atau
obat-obatan di sebuah jurnal. Dengan pikiran yang sangat logis, Holmes
bisa disebut seorang matematikawan. Dengan percobaan-percobaannya di
laboratorium, Holmes juga bisa disebut fisikawan atau kimiawan. Ada
penemuannya yang dipakai kepolisian Scotland Yard.
Metode eliminasi atau eksklusi, maksudnya dengan menyingkirkan
hal-hal yang sudah pasti mustahil---setelah diuji dengan fakta dan
observasi. Hercule Poiro mengajari kita bagaimana memecahkan masalah
dengan metode kesimpulan deduksi. Untuk meningkatkan kemampuan analisa,
ada banyak hal yang harus dipelajari---tidak hanya metode deduksi,
induksi, atau kombinasi keduanya. Ada pula metode analisa yang
diperkenalkan Rene Descartes, yang dikenal dengan Analisa Cartesian, dan
sebagainya. Anda bisa mempelajarinya dari internet atau buku-buku yang
ada.
- Kemampuan penting lainnya, diantaranya teknik penyamaran,
teknik mengikuti/membuntuti seseorang, teknik melacak/tracking, maupun
pengetahuan forensik sederhana dalam kasus kriminal. Contoh pengetahuan
forensik sederhana; seseorang yang ditemukan meninggal dengan leher
membiru, dipastikan meninggal kehabisan nafas.
0 komentar:
Posting Komentar